Kalamakan.com – Selain terkenal dengan nasi kapau di Los Lambuangnya yang sarat dengan aneka hidangan utama yang lezat. Bukittinggi juga punya hidangan penutup yang tak kalah terkenalnya. Jika mengunjungi Bukittinggi, jangan lupa mampir ke Pisang Panggang HM Zen di Pasa Ateh.
Jika berjalan kaki dari objek wisata Jam Gadang, hanya membutuhkan waktu 5 menit saja. Di Los Pasar berukuran 4×4 itu, anda dapat mencecap gurihnya rasa pisang dipanggang dengan segelas kopi panas.
Pisang panggang HM Zen merupakan olahan pisang buai atau pisang ambon. Pisang Buai dibakar dengan kulitnya di atas panggangan khusus, setelah matang pisang tersebut dikupas kulitnya lalu disajikan dengan kuah santan dan roti kering gabin.
Resep pisang panggang diturunkan oleh almarhum Zen ke anak dan cucunya, sekarang dilanjutkan oleh Hanafi dan adiknya. M. Hanafi mengajak Kalamakan untuk melihat proses pembuatan pisang panggang. Pisang Buai dipanggang diatas wadah pemanggang.
“Pisang yang digunakan yaitu pisang buai atau pisang gadang. Pisang dipanggang dengan kulit-kulitnya,” ungkap M. Hanafi pengelola Kedai Pisang Panggang HM Zen.
Pisang yang dipanggang merupakan pisang yang sudah matang. Sambil meramu pisang panggang, Hanafi menerawang ke belakang berpuluh-puluh tahun yang lalu ia telah ikut membantu kakeknya di kedai.
“Sejak tahun 1980 an saya sudah ikut bantu beliau jualan, lalu dilanjutkan ke Mamak dan sekarang kepada saya dan adik,” kisahnya.
Hanafi bercerita bahwa kenikmatan pisang panggang yang terkenal ini resep mulanya ditemukan secara tidak sengaja. Pada tahun 1965, kedai cat HM Zen jatuh tapai, dengan sisa modal yang ada ia memberanikan diri menyulap kedai cat menjadi kedai kopi dan sarapan pagi.
Pisang panggang untuk obat sakit perut
Suatu hari teman Zen, datang untuk minum kopi dan mengeluh sakit perut. Zen kemudian meminta istrinya membeli pisang, sepengetahuannya pisang baik untuk pencernaan. Selain berdagang, Zen juga pandai mengolah obat tradisional.
“Awalnya kakek saya memanggang pisang untuk kawannya yang mengeluh sakit perut, pisang kan dapat melancarkan pencernaan,” ungkap M. Hanafi.
Sekali mencoba pisang panggang yang dilumuri kuah santan, teman Zen ketagihan, ia datang sekali lagi.
“Lalu kemudian ia mengsulkan kepada Kakek menjadikan panggang sebagai menu melengkapi teman mengopi,” ujar Hanafi sambil membalikkan pisang agar pisang matang secara sempurna.
Sekarang kedai kopi kecil itu telah memiliki dua cabang di Pasa Ateh. Dalam seminggu Hanafi mampu menjual sebanyak 1500 buah pisang.
“Yang banyak datang belanja rata-rata wisatawan, paling ramai hari libur,” kisahnya
Pisang yang dipanggang Hanafi telah masak, ia memisahkan kulitnya kemudian menyajikan dua buah pisang di atas piring kecil, ditambah dengan dua keping roti gabin, sembari terus bercerita ia tuangkan santan kental ke dalam piring dan ia sajikan pisang yang hangat kepada Kalamakan.
Perpaduan rasa gurih kuah santan dengan manis alami pisang satu begumul menjadi satu di lidah yang menciptakan sebuah pengalaman rasa yang berbeda. Kenikmatan sepiring santan didapatkan hanya dengan 7000 rupiah saja.
Sama halnya dengan teman almarhum M. Zen, Kartika Sari salah seorang wisatawan mengaku ketagihan dengan hidangan tersebut, “Ini hari kedua saya di Bukittinggi, sudah dua kali pula saya ke sini,” ucapnya.
Kuah santan pisang panggang tidak menggunakan gula seperti yang biasa kita temukan pada kolak pisang, perpaduan ini menjadikan rasa manis pisang semakin menonjol.
Baca juga: Resep Keripik Pisang Balado, Pisang dengan Taburan Cabai Merah
“Sebab santan yang gurih dipadu dengan pisang yang manisnya pas menurut saya sebuah cara yg unik untuk menikmati pisang. Karena kalau dikolak rasanya terlalu manis” kesannya. [nya]